JAMBIBRO.COM — Puluhan pemilik dan pengelola media massa di Jambi resah oleh kebijakan Dinas Kominfo Provinsi Jambi yang diskriminatif. Hal itu menyusul langkah yang diambil kepala dinasnya, Ariansyah, yang tidak memiliki standar jelas.
Ariansyah melanggar kesepakatan hasil konsultasi yang dilakukan beberapa waktu lalu ke Dewan Pers. Dia bersama Komisi I DPRD Provinsi Jambi ke sana, mempertanyakan Indeks Kemerdekaan Pers yang memprihatinkan, di posisi 32 dari 38 provinsi.
Tokoh pers dan wartawan senior yang lebih 30 tahun berkiprah di dunia jurnalistik, Mursyid Sonsang, menyebut bahwa Ariansyah terang-terangan mengangkangi masukan dan saran Dewan Pers. Khususnya persyaratan media massa yang dapat bermitra dengan Diskominfo Provinsi Jambi.
“Ariansyah tidak komitmen. Dia sendiri yang melanggar peraturan yang telah disepakatinya bersama Komisi I dan Dewan Pers,” tegas penerima Pers Card Number One (PCNO) dari PWI Pusat yang juga diterima oleh Jacob Oetama, Karni Ilyas, Rosihan Anwar serta Dahlan Iskan.
Pendiri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pusat ini menyayangkan kebijakan Diskominfo Provinsi Jambi. Dia mengkhawatirkan masa depan kemerdekaan pers di Provinsi Jambi.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Noviardi Ferzi berpendapat, bahwa diskominfo seharusnya transparan terkait anggaran publikasi media di Provinsi Jambi.
Media massa selaku corong informasi masyarakat dalam menjalankan kontrol sosial harus diprioritaskan.
“Saya pribadi memandang anggaran media tetap menjadi prioritas pemda, karena ada tugas mulia di sana. Apa itu ? Menceritakan kebenaran dan informasi bagi masyarakat,” jelasnya.
Pria yang berprofesi sebagai dosen pada salah satu perguruan tinggi di Jambi ini mengimbau DPRD Provinsi Jambi turut memberi atensi mengenai persoalan ini, demi menjaga keberlangsungan demokrasi di Provinsi Jambi.
“Saya minta DPRD Provinsi Jambi memberi ruang anggaran yang cukup untuk media massa di Jambi,” ujarnya.
Noviardi menilai pengelolaan anggaran publikasi media massa di Diskominfo Provinsi Jambi belum tidak profesional dan transparan. Masih belum terbuka, terutama soal kriteria kontrak, besaran kontrak dan pembinaan media sebagai mitra.
Disingkirkannya media yang memenuhi syarat lengkap, seperti yang telah diatur UU dan peraturan Dewan Pers, serta masuknya media-media yang tidak memenuhi syarat, Diskominfo Provinsi Jambi menunjukkan perilaku tidak profesional.
Noviardi menekankan pentingnya transparansi dalam menentukan mitra media massa yang menjadi corong dalam menyampaikan informasi kepada publik.
“Tidak terbuka, terutama soal kriteria kontrak, besaran kontrak, dan pembinaan kepada media sebagai mitra,” ucap pria yang hobi bermain basket ini.
Noviardi menyarankan Gubernur Jambi, Al Haris, agar segera mengambil langkah tegas dan terukur terhadap Ariansyah selaku pengambil kebijakan di Diskominfo Provinsi Jambi.
“Kadis Kominfo Provinsi Jambi ini seringkali menimbulkan kegaduhan dengan rekan media,” pungkasnya. | DOD