Harmen setelah memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Jambi, Rabu (24/7/2024) | andra
JAMBIBRO.COM – Polemik keabsahan ijazah Amrizal mulai menunjukkan titik terang. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi akhirnya menemukan “saksi kunci” dalam kasus itu.
Amrizal yang sudah dua periode menjadi anggota DPRD Kabupaten Kerinci sebelumnya dilaporkan ke Polda Jambi. Dia diduga menggunakan ijazah palsu untuk maju menjadi anggota DPRD Kerinci.
Saksi kunci itu Harmen S.Pd. Dia adalah mantan Kepala SMP Negeri 1 Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Harmen yang digembar-gemborkan sudah meninggal dunia, ternyata masih hidup.
Harmen yang kini berusia 61 tahun menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 1 Bayang pada tahun 2015 – 2016. Dia datang ke Polda Jambi, Rabu 24 Juli 2024, untuk memberi keterangan kepada penyidik.
Munculnya Harmen yang masih segar bugar membuat kaget banyak pihak. Timbul pertanyaan, mengapa dia diisukan telah meninggal dunia?
Sekitar dua jam Harmen menyampaikan keterangannya kepada penyidik Ditreskrimum Polda Jambi. Dia tiba di ruang penyidik sekitar pukul 10.15 WIB, dan selesai sekitar pukul 12.15 WIB.
Dalam kesaksiannya, Harmen mengaku sudah memeriksa keabsahan ijazah Amrizal pada buku pengambilan ijazah/STTB SMP Negeri 1 Bayang tamatan tahun ajaran 1988-1990.
Di buku itu Harmen memastikan tidak ada nama Amrizal yang lahir di Desa Kemantan, Kabupaten Kerinci pada tanggal 17 Juli 1976, dengan nomor induk BP 431, dan nomor STTB 072387.
Amrizal yang lahir di Desa Kemantan, Kerinci itu adalah anggota DPRD Kerinci yang dilaporkan LSM Koalisi Masyarakat Peduli Jambi (KOMPEJ) ke Polda Jambi, beberapa waktu lalu.
Dari hasil pengecekan Harmen, pada buku pengambilan ijazah tersebut yang ada adalah Amrizal kelahiran Desa Kapujan, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
“Dalam data itu Amrizal asal Desa Kapujan lahir pada 12 April 1974, dengan nomor induk BP 431 dan nomor seri STTB 537. Bukan Amrizal kelahiran Desa Kemantan, Kerinci,” ungkap Harmen pada wartawan.
Harmen juga menjelaskan, Amrizal kelahiran Desa Kapujan itu berasal dari SMP Muhammadiyah, Bayang. Dia ikut bergabung ujian bersama di SMP Negeri 1 Bayang, karena sekolahnya belum bisa melaksanakan ujian.
“Jumlah peserta ujian SMP Muhammadiyah itu tidak memenuhi syarat untuk mengadakan ujian secara mandiri, maka bergabunglah Amrizal kelahiran Kapujan ujian di SMP Negeri 1 Bayang,” paparnya.
Keraguan Harmen pada ijazah milik Amrizal kelahiran Desa Kemantan itu bukan tanpa alasan. Dia pun menghitung usia Amrizal ketika masuk Sekolah Dasar (SD) hingga lulus SMP.
Sebagai seorang kepala sekolah yang cukup lama menjadi guru, Harmen belum pernah bertemu anak yang masuk sekolah umurnya belum sampai 5 tahun.
Asumsinya begini. Jika Amrizal kelahiran Desa Kemantan lahir pada 17 Juli 1976, saat masuk SD pada tahun 1981 umurnya belum sampai 5 tahun, karena pendaftaran masuk SD dilakukan pada bulan Mei atau Juni 1981.
“Setahu saya, zaman itu, di tahun 1980-an, tidak ada anak yang masuk sekolah umur 5 tahun. Apalagi di desa, malah ada yang sudah berumur 8 tahun baru masuk SD,” beber Harmen.
Harmen merasa perlu menghitung umur Amrizal kelahiran Kemantan, Kerinci itu. Pasalnya, dia dinyatakan tamat dari SMP pada tahun ajaran 1989/1990. Rasanya ada yang janggal.
Harmen mengambil standar paling minim Amrizal masuk SD di umur 6 tahun. Jika begitu, maka dia masuk SD pada tahun 1982. Dan itupun umurnya belum genap 6 tahun.
Nah, jika dia masuk SD pada tahun 1982, maka tamatnya pada 1988, dengan asumsi tidak pernah tinggal kelas. Karena pendidikan SMP berlangsung 3 tahun, mestinya Amrizal tamat SMP pada 1991, bukan 1990.
Di sini kelihatan kejanggalannya. Amrizal kelahiran Kerinci itu seharusnya lulus pada tahun ajaran 1991/1992. Kalau dia masuk SD umur 5 tahun, maka pas tamatnya 1990/1991.
“Tapi mungkinkan dia masuk SD umur 5 tahun?,” tanya Harmen yang tinggal di Kota Padang, Sumatra Barat, sejak pensiun dari Pegawai Negeri Sipil.
Menelusuri keabsahan ijazah SMP Amrizal kelahiran Kerinci, ditemukan pula selembar surat keterangan yang dibuat oleh Ali Amri, Kepala SMP Negeri 1 Bayang sebelum era Harmen.
Dalam surat tertanggal 24 Mei 2014 tersebut, Ali Amri meluruskan kesalahan dari surat keterangan sebelumnya, yang melegalisir dan mengakui surat kehilangan ijazah milik Amrizal kelahiran Kerinci.
Surat keterangan kehilangan tersebut dibuat oleh Kepala SMP Negeri 1 Bayang sebelumnya, Erman Ahmad, pada Agustus 2007, dengan nomor: 387/108.26.02.5MP.01/Kp-2007.
“Surat dari Erman Ahmad itu jelas salah. Hanya kepolisian yang berhak menerbitkan surat kehilangan. Sekolah hanya dapat mengeluarkan surat keterangan pengganti ijazah, berdasarkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian sesuai data yang ada di sekolah,” tegas Harmen.
Penegasan Harmen dan surat Ali Amri memperkuat bukti bahwa ijazah tersebut bukan milik Amrizal kelahiran 1976 di Kemantan, Kerinci. Diduga, dia menggunakan ijazah orang lain, yakni milik Amrizal kelahiran 1974 di Desa Kapujan.
Informasi terkini, penyidik Polda Jambi terus berupaya mengungkap kasus ijazah politisi Partai Golkar itu. Penyidik telah mengumpulkan sejumlah bukti, termasuk buku data penerima STTB yang diserahkan Ali Amri.
Untuk diketahui, kasus ini pernah dilaporkan ke Polres Kerinci pada 2014. Sejumlah saksi sudah diperiksa penyidik, termasuk Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Selatan, dan Ahli Hukum Pidana Universitas Andalas, Padang.
Tak sampai di situ, kabarnya penyidik Polres Kerinci juga telah meminta keterangan beberapa alumni SMP Negeri 1 Bayang seangkatan Amrizal kelahiran Desa Kapujan. Namun, proses kasus itu hingga kini tidak jelas ujungnya, apakah terhenti atau masih berlanjut? | DIA