Home / Opini

Senin, 14 Oktober 2024 - 16:27 WIB

Program Inklusif Berorientasi Kesehatan Masyarakat

Dwinoerjoedianto dan Muhammad Ridwansyah

Dwinoerjoedianto dan Muhammad Ridwansyah

Oleh: Muhammad Ridwansyah (Ekonom Universitas Jambi) dan Dr Dwinoerjoedianto SKM M.Kes (Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi)

SALAH satu program unggulan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi adalah program pembangunan inklusif yang diberi nama Dumisake. Program ini merupakan strategi pengalokasian dana yang berorientasi pada kelompok rentan, memiliki akses yang setara terhadap program kesehatan publik.

Strategi ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, memastikan layanan kesehatan tersedia dan terjangkau, serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Khusus untuk bidang kesehatan yang bertajuk “JAMBI SEHAT”, pada tahun 2022 telah direalisir Rp.55,4 miliar, tahun 2023 meningkat menjadi Rp.56,4 miliar. Sementara pada tahun berjalan 2024 realisasinya sudah mencapai Rp.24,9 miliar.

Anggaran ini diimplementasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jambi melalui program Integrasi Kepesertaan Jamkesda, dan Subsidi Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Pertanyaan krusialnya adalah, efektifkah program Dumisake ini dalam meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat di Provinsi Jambi, terutama kelompok rentan?

Tidak sedikit pihak yang skeptis terhadap program ini, karena dianggap tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Artikel ini mencoba menjelaskan secara objektif kinerja program ini berdasarkan data yang tersedia. Kami menggunakan tiga indikator, antara lain: wasting, prevalensi stunting, dan angka kematian ibu.

Wasting

Wasting adalah kondisi ketika berat badan anak menurun, sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang normal. Berdasarkan data terbaru, angka wasting di Jambi berhasil ditekan dari 10,2 persen pada tahun 2020 menjadi 6,6 persen pada tahun 2023.

Prevalensi Stunting

Prevalensi Stunting adalah jumlah keseluruhan permasalahan Stunting yang terjadi pada waktu tertentu di sebuah daerah. Angka prevalensi stunting di Provinsi Jambi turun dari 18 persen pada tahun 2022 menjadi 13,5 persen pada tahun 2023.

Ini menempatkan Jambi pada peringkat dua nasional setelah Bali. Artinya, pada tahun 2023, dari setiap 100 anak terdapat 13,5 anak yang terindikasi kasus stunting.

Jika menggunakan Standar WHO, yang menyebut tingkat prevalensi di atas 20% dikategorikan kondisi kronis, maka Jambi tergolong dengan kasus stunting rendah.

Pencapaian ini tidak terlepas dari intervensi gizi yang dilakukan secara serentak oleh Pemprov Jambi, untuk memastikan setiap anak mendapatkan gizi yang cukup, guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Angka Kematian Ibu (AKI)

Manuaba (1998) seorang pakar kesehatan masyarakat, meyakini kemampuan penyelenggaraan kesehatan suatu bangsa dapat diukur dengan tinggi rendahnya AKI.

Pada tahun 2023, upaya penurunan AKI di Provinsi Jambi menunjukkan kinerja yang positif, turun dari 62 pada tahun 2020 menjadi 50 setiap 100 ribu penduduk.

Upaya percepatan penurunan AKI dilakukan agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB), termasuk KB pasca persalinan.

Kendati menunjukkan kinerja yang positif, diperlukan perbaikan pada anggaran inklusif di bidang kesehatan ibu dan anak, yakni memperluas alokasi anggaran untuk memperkuat layanan kesehatan dasar di daerah-daerah dengan angka kematian tinggi, termasuk peningkatan fasilitas kesehatan ibu dan anak (KIA), penyediaan tenaga medis yang lebih kompeten, serta memastikan ketersediaan peralatan medis yang memadai di puskesmas dan rumah sakit.

Selain itu, program edukasi kepada masyarakat terkait gizi ibu hamil, imunisasi, serta pentingnya perawatan prenatal dan postnatal perlu ditingkatkan. Dengan pengawasan yang ketat dan distribusi anggaran yang tepat sasaran, diharapkan dapat menekan angka kematian bayi secara signifikan. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Meratapi ‘Detik Akhir’ Kemerdekaan Pers di Indonesia

Opini

REMAJA DAN KEKERASAN: Rangkul, Jangan Pukul

Opini

Pilkada Brutal versus Hasil Survei

Opini

GARUDA DI DADAKU: Menjadi Saksi Sejarah di Negeri Kanguru

Opini

Surat Terbuka untuk Pelatih Baru Kesebelasan Indonesia Patrick Kluivert

Opini

Waspadai Konsekuensi Kesepakatan Indonesia – China tentang Wilayah Maritim

Opini

Peran Media dalam Pendidikan Demokrasi

Opini

Ibadah Haji: Perjuangan Spiritual Mengenal Allah