Home / Opini

Selasa, 9 Desember 2025 - 10:26 WIB

Membaca Klaim 79% Pertumbuhan Wisata Jambi

Dr. Noviardi Ferzi

Dr. Noviardi Ferzi

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi

CUKUP skeptis membaca klaim tentang pertumbuhan wisata Jambi mencapai 79 persen dan bahkan mengungguli provinsi-provinsi besar seperti Riau dan Sumatera Selatan. Karena, bila data ditelusuri lebih dalam, gambaran yang muncul justru menunjukkan bahwa klaim tersebut terlalu sederhana dan tidak sepenuhnya mencerminkan realitas kinerja pariwisata di tingkat regional.

Sebenarnya, angka 79 persen itu merujuk pada lonjakan wisatawan domestik pada periode tertentu, bukan capaian pariwisata Jambi secara keseluruhan. Faktanya, Sebelum pandemi, jumlah wisatawan domestik Jambi berada di kisaran 2,4 hingga 2,9 juta perjalanan per tahun, dengan rata-rata kontribusi hanya sekitar 0,49 persen dari total 603 juta perjalanan wisatawan domestik Indonesia pada 2021. Basis yang relatif kecil inilah yang membuat persentase pertumbuhan mudah melonjak dan terlihat spektakuler.

Baca Juga  Klaim Izin Clear Belum Tentu Sah, Stockpile dan TUKS Batu Bara Harus Tunduk Zonasi Perda RTRW Kota Jambi

Jika indikator wisatawan mancanegara turut diperhitungkan, posisi Jambi bahkan semakin tertinggal. Jumlah wisman ke Jambi hanya berkisar 4–5 ribu kunjungan per tahun, sangat kecil dibandingkan provinsi lain di Sumatra.

Riau mencatat hampir 400 ribu kunjungan wisman pada 2023, sedangkan pada Maret 2025 saja provinsi tersebut menerima lebih dari 5.400 wisman atau meningkat lebih dari 50 persen dibanding tahun sebelumnya. Sumatera Selatan juga stabil menerima puluhan ribu wisman setiap tahun, menunjukkan pangsa pasar internasional yang jauh lebih mapan.

Baca Juga  Jangan Terjebak Ilusi Pertumbuhan dari Pembangunan Pelabuhan

Dengan perbedaan skala sebesar itu, membandingkan Jambi dengan dua provinsi besar tersebut hanya dari satu angka pertumbuhan wisatawan domestik jelas tidak cukup.

Dari sisi kualitas dan daya dukung, Jambi juga menghadapi tantangan yang tidak ringan. Durasi tinggal wisatawan yang hanya sekitar satu setengah hari menggambarkan bahwa Jambi masih didominasi wisata singgah, bukan destinasi menetap.

Infrastruktur, promosi, dan pemerataan kualitas layanan pariwisata belum sekuat Riau dan Sumsel yang memiliki pusat kegiatan ekonomi, akses udara dan laut yang lebih terbuka, serta investasi sektor pariwisata yang lebih massif.

Dengan kondisi seperti itu, pertumbuhan tinggi Jambi lebih mencerminkan momentum awal kebangkitan pascapandemi daripada bukti bahwa provinsi ini telah melampaui kompetitornya.

Baca Juga  Gelar Pahlawan Nasional untuk Pak Harto

Karena itu, meskipun pertumbuhan 79 persen patut diapresiasi sebagai sinyal positif, kesimpulan bahwa Jambi sudah “mengungguli” Riau dan Sumatera Selatan tidak dapat dibenarkan tanpa melihat konteks volume kunjungan, performa wisatawan mancanegara, dan faktor kualitas daya tarik wisata.

Pertumbuhan persentase hanya satu bagian kecil dari keseluruhan potret. Untuk menilai posisi Jambi secara objektif, dibutuhkan pembacaan data yang lebih menyeluruh agar analisis pariwisata tidak terjebak pada angka yang tampak besar tetapi tidak mencerminkan kekuatan riil di lapangan. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Perjalanan Merry Riana Education dari Garasi Menuju Lantai Bursa

Opini

Transformasi Bank Jambi Melalui Penguatan Modal Inti Minimum

Opini

Bukan Romi, Lawan Berat Al Haris Justeru Fadhil

Opini

Harus Kritis, Saatnya Kita Tolak Hasil Survei

Opini

Dumisake Pendidikan dan Merdeka Belajar: Visi Progresif Untuk Pendidikan Inklusif

Opini

Jerat Setan di Partai Ka’bah

Opini

Gercep Jambi Meredam Inflasi

Opini

Abdul Kadir Karding – Kesederhanaan Seorang Perantau dalam Istana