Home / Opini

Rabu, 29 Mei 2024 - 12:45 WIB

“Tertampar” Wartawan Muda, Kopi Makin Pahit

Oleh: Hery FR
Penulis adalah Pengurus Sejumlah Organisasi Tingkat Pusat

SEPERTI biasanya, setiap pagi selalu menikmati ritual segelas kopi pahit ditemani kepulan asap jie sam soe sambil membuka PC melihat berita-berita masuk.

Saat tegukan ke 7 kopi pahit, tiba-tiba ada notifikasi WA messenger dari seorang sahabat, wartawan muda, Anil Hakim, mengirim draft opini dengan judul “Panggil Kami Wartawan atau Jurnalis”.

Sebaris pesan lainnya “Izin, apakah ini layak untuk diterbitkan kanda ketua ?”

Baca Juga  Kanwil Kemenag Jambi NGOPI Bersama Jurnalis

Tak pelak, saya harus melihat draft tulisan opini karya sang wartawan muda tersebut.

Dalam opini tersebut bagaimana keresahan Anil Hakim atas “penumpang gelap”, yang bikin resah profesi yang dibanggakannya sebagai wartawan jadi ajang tumpangan oknum yang kurang layak disebut wartawan.

Keresahan sang wartawan muda yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ini seakan menjadi “tamparan keras” dan membuat kopi yang saya minum makin pahit.

Baca Juga  Pelayanan Penyelenggaraan Haji Kemenag Jambi Dinilai Memuaskan

Bagaimana tidak, sejak beberapa tahun terakhir, karena kesibukan sebagai pengurus organisasi pers dan lainnya, nyaris sudah tidak pernah lagi menulis opini.

“Tamparan” makin terasa keras ketika bagaimana dalam berbagai kegiatan sharing knowledge, FGD dan seabrek diskusi sering memberi motivasi ke teman-teman muda, agar terus berkarya secara istiqomah sebagai refleksi rasa syukur atas talenta yang Allah SWT anugerahkan sebagai wartawan yang konon sebagai profesi “Nabi-Nabi Kecil” sebagai pembawa pesan dan informasi pendidikan, hiburan dan kontrol sosial sebagai fungsi pers yang diatur dalam Undang-Undang 40/1999.

Baca Juga  Panggil Kami Wartawan atau Jurnalis

Dan kopi terasa makin pahit ketika teringat pesan Rasulullah SAW tentang bagaimana pentingnya menjadi pribadi yang layak dicontoh harus memberi contoh dalam bentuk perbuatan.

“Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya” (Ir. Sukarno). ***

Share :

Baca Juga

Opini

Penyebab Banjir di Kerinci dan Sungai Penuh, dari Fenomena El Nino, Sedimentasi hingga Semrawutnya Pengelolaan Sampah

Opini

BUNUH DIRI: Perlu Penguatan Sosial dan Mental

Opini

Kritik dan Berisik

Opini

POLITISI JADI PROFESOR: Demi Gengsi atau Kontribusi?

Opini

Evolusi Visi “Jambi Mantap Terdepan”

Opini

Isi Tas, Isi Otak, Meraung dan Beriba Iba serta Maulana – Diza Deklarasi Segera…

Opini

Nilai-Nilai Pancasila Dan Kelestarian Budaya

Opini

The Power of Wakaf