Penulis: Doddi Irawan | Jurnalis tinggal di Aur Kenali
KADANG yang bikin gaduh bukan suara demo, tapi suara rakyat yang tak didengar. Di Aur Kenali, Kota Jambi, warga sudah bicara dengan lantang, menolak keras pembangunan jalan angkutan batu bara dan stockpile di wilayah mereka.
Warga tidak anti pembangunan, tapi karena tahu persis dampaknya. Debu, bising, dan ancaman terhadap ruang hidup yang selama ini mereka jaga. Penduduk Aur Kenali sangat padat. Banyak anak-anak. Banyak sekolahan.
Pemerintah akhirnya menghentikan sementara proyek itu. Langkah ini patut diapresiasi, meski belum sepenuhnya menjawab keresahan warga.
Di balik keputusan itu, ada polemik lebih dalam. Soal rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang menjadi dasar lokasi stockpile. Tapi, mari jujur, apa gunanya aturan, kalau mengabaikan suara orang-orang yang akan terdampak langsung?
Kedaulatan rakyat lebih tinggi dari sekadar dokumen perizinan. RTRW bisa direvisi, tapi kerusakan lingkungan dan hilangnya rasa aman warga tidak semudah itu diperbaiki.
Pemerintah, terkait stockpile batu bara di Aur Kenali, bukan pemilik proyek. Mereka pelayan masyarakat. Kalau rakyat bilang tidak, tugas pemerintah bukan membujuk, apalagi menekan, tapi mendengar dan menyesuaikan.
Pembangunan yang baik bukan yang mulus di atas kertas, tapi yang tumbuh bersama kepercayaan warga. Aur Kenali bukan sekadar titik di peta, tapi rumah bagi banyak orang. Rumah, seperti kita tahu, bukan tempat untuk kompromi yang merugikan.
Jadi, kalau hari ini warga berdiri tegak menolak, itu bukan bentuk perlawanan. Itu bentuk cinta terhadap tempat tinggal mereka. Cinta, seperti halnya demokrasi, layak dihormati.
Pemerintah memang telah menghentikan sementara proyek stockpile di Aur Kenali. Tapi polemik belum selesai. Di balik keputusan itu, seperti biasa, muncul tudingan warga menghalangi investasi.
Eittts… tunggu dulu. Sejak kapan menjaga rumah sendiri dianggap sebagai penghalang? Investasi yang baik seharusnya tumbuh bersama masyarakat, bukan mengangkangi mereka.
Kalau warga menolak karena merasa terancam, itu bukan sabotase. Itu hak. Kedaulatan rakyat jauh lebih tinggi dari sekadar dokumen perizinan. Apalagi penolakan stockpile itu lahir murni dari rakyat.
Warga Aur Kenali tidak sedang melawan pembangunan. Mereka sedang menjaga agar investasi tidak merusak. Itu justru bentuk partisipasi yang paling sehat dalam demokrasi.
Jadi, kalau ada yang bilang penolakan ini menghambat investasi, mungkin kita perlu balik bertanya, investasi macam apa yang tak sanggup berdialog dengan rakyat? Investasi yang baik adalah yang dampaknya dipercaya.
Kepercayaan, seperti ruang hidup, tak bisa dibeli dengan angka. Warga Aur Kenali yang merasa hidupnya terusik akan terus melawan. Sebagian besar dari mereka tidak mau diukur dengan uang, demi masa depan anak cucunya kelak.
Penolakan stockpile di Aur Kenali bukan cuma datang dari warga Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi. Tapi juga dari warga Kelurahan Penyengat Rendah, juga masuk wilayah Kecamatan Telanaipura.
Aur Kenali berbatasan langsung dengan Kabupaten Muaro Jambi. Area pembangunan stockpile itu berdampingan langsung dengan dapur-dapur rumah warga. Khususnya warga Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota.
Warga Mendalo Darat pun merasakan hal yang sama. Penolakan mereka tak kalah sengitnya. Sejak awal, mereka bergabung dengan warga Aur Kenali, menentang pembangunan jalan batu bara dan stockpile oleh PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) itu.
Percayalah… Penolakan ini tidak akan berhenti sampai pembangunan stockpile di Aur Kenali dihentikan total. Di sini keberpihakan pemerintah diuji. Lebih penting investasi, atau melindungi rakyat ? ***















