JAMBIBRO.COM — Selasa siang yang sarat harapan dan ketegangan, Rumah Dinas Wali Kota Jambi menjadi saksi bisu pertemuan yang lebih dari sekadar audiensi. Suara rakyat tak hanya terdengar lewat kata-kata, tapi juga lewat gestur dan tatapan.
Gubernur Jambi, Al Haris, melangkah masuk ke ruang pertemuan dengan sapaan formal. Tapi yang menyambutnya bukan tepuk tangan, bukan senyum, bukan antusiasme. Yang menyambutnya adalah sikap dingin.
Warga yang hadir, terutama para ibu dari Kelurahan Aur Kenali, Penyengat Rendah, dan Mendalo Darat, memilih diam. Mereka tidak berdiri, tidak menyapa, bahkan tidak menoleh.
Dua kali mereka meminta pertemuan, dua kali pula Al Haris absen. Hari ini, kehadirannya tak cukup untuk menghapus kecewa. Tak satu pun tangan emak-emak terulur untuk menyalami Al Haris. Mereka tetap duduk, tetap diam, tetap dingin.
Namun suasana berubah seketika, ketika Wali Kota Jambi, Dr. Maulana, dan Wakil Wali Kota Diza Hazra Aljosha, menyusul masuk ke ruangan.
Seolah ada arus listrik mengalir di antara barisan kursi. Emak-emak berdiri, bersorak, bahkan menangis. Mereka berebutan menjabat tangan Maulana dan Diza, menggenggam erat seolah tak ingin dilepaskan.
“Pak Wali Kota dan Pak Wakil Wali Kota inilah yang membela kami. Kami tahu siapa yang benar-benar ada di pihak rakyat,” ucap seorang ibu dengan suara bergetar, matanya basah, tangannya tak lepas dari lengan Maulana.
Diza pun disambut dengan panggilan lembut, penuh kasih. Ia membalas dengan senyum dan jabatan tangan satu per satu, tanpa tergesa.
Di tengah hiruk-pikuk politik dan industri, momen itu menjadi pengingat, bahwa kepercayaan rakyat bukan sesuatu yang bisa dibeli atau dipaksakan. Ia tumbuh dari keberpihakan nyata, dari kehadiran tulus, dari keberanian berdiri di sisi yang benar.
Pertemuan hari itu digelar sebagai respons atas desakan warga menghentikan aktivitas PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di kawasan Aur Kenali. Sudah lama mereka menyuarakan keresahan, sudah lama pula mereka menanti pemimpin yang benar-benar mendengar.
“Kami berharap Pemerintah Kota Jambi tetap seperti ini. Jangan goyah. Tetap membela kami,” ujar seorang ibu, suaranya nyaris tenggelam oleh haru.
Di tengah tarik-menarik antara kepentingan industri dan hak hidup warga, sambutan hangat itu menjadi simbol. Rakyat tahu siapa yang hadir bukan hanya secara fisik, tapi secara hati.
Dalam diam pun mereka bisa bicara. Hari ini mereka bicara dengan siapa yang mereka peluk, dan siapa yang mereka abaikan. | DIA