Home / Opini

Rabu, 29 Mei 2024 - 12:05 WIB

Panggil Kami Wartawan atau Jurnalis

Oleh: Anil Hakim
Wartawan bujangan tinggal di Kota Jambi

APAKAH kita sering mendengar istilah gadungan, palsu, abal-abal, untul-untul yang disematkan terhadap seseorang yang melakoni suatu profesi atau bidang pekerjaan ? Ya, istilah tersebut barangkali kerap kita dengar diberikan pada orang yang melakoni suatu profesi secara tidak professional, asal-asalan, tidak sesuai etika atau SOP, hingga berpura-pura menjalani serta menyalahgunakan profesi atau bidang pekerjaan tersebut.

Berbagai peristiwa terkait penyalahgunaan profesi yang terjadi belakangan ini seolah menjadi jawaban, bahwa hal tersebut tidak hanya terjadi pada satu profesi atau bidang pekerjaan tertentu saja. Melainkan telah meluas dan menggerogoti berbagai macam profesi lainnya. Mulai dari tentara, polisi, dokter, dosen, politisi, guru, hingga wartawan. Sehingga setelah nama profesi, melekat tambahan kata-kata seperti gadungan, abal-abal hingga untul-untul.

Sebut saja kasus yang terjadi di jambi, dimana seorang sopir truk nekat mengelabui masyarakat dengan menjelma menjadi seorang TNI demi meloloskan bisnis minyak ilegal yang diamankannya. Pria tersebut tentunya telah mencoreng nama baik TNI dengan aksinya yang tidak terpuji, sehingga membuat dirinya mendapat gelar ‘TNI gadungan’. Pertanyaannya orang tersebut sudah jelas bukan TNI melainkan seorang sopir truk. Tidak bisakah hanya disebut pria gadungan atau yang lainnya ?

Kemudian, berbagai peristiwa yang menimpa institusi Polri akibat aksi dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab juga sempat menggegerkan masyarakat. Teranyar, oknum yang mengaku sebagai anggota kepolisian di Manado nekat mengancam sepasang kekasih demi melancarkan aksi bejatnya. Pria tersebut dengan percaya diri menunjukkan senjata api, untuk menakut-nakuti kedua sejoli dan melampiaskan nafsunya kepada sang perempuan. Pria itu pun mendapat panggilan ‘polisi gadungan’.

Baca Juga  Belajar Ngopi (2) : Ota Lapau & Hajat Hidup Rakyat

Tidak berhenti sampai disituz, beberapa kejadian juga sempat membuat miris, dimana ada oknum yang berpura-pura menjadi seorang ustadz atau ulama. Hal tersebut dilakukan demi mendapat rasa hormat dan bisa terus mempengaruhi para pengikutnya.

Lebih gilanya lagi, beberapa peristiwa menghebohkan juga pernah membuat masyarakat indonesia terheran-heran kala oknum yang mengaku sebagai nabi hingga malaikat mengeluarkan pernyataan atau instruksi abnormal untuk terlihat mengagumkan.

Parahnya, oknum seperti ini masih mendapatkan kepercayaan dari segelintir orang yang rela menjadi pengikutnya. Lantas oknum tersebut juga mendapat julukan sebagai nabi dan malaikat palsu atau gadungan. Agak miris, karena nabi ataupun malaikat belum pernah ada yang gadungan. Karena pastinya yang gadungan tersebut bukanlah nabi maupun malaikat.

Akibat kelakukan dari para oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menyalahgunakan berbagai macam profesi tertentu demi merealisasikan niat buruknya, tidak butuh waktu lama bagi aparat penegak hukum membuat mereka beralih status menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana. Lalu bagaimana dengan sebutan wartawan gadungan, abal-abal, untul-untul yang mungkin acap kali kita dengar ?

Ya, julukan tersebut seperti tidak ada habisnya dari masa ke masa. Baik sebutan yang disematkan oleh sesama sejawat wartawan maupun masyarakat umum kepada oknum yang mengaku sebagai seorang wartawan atau jurnalis yang tidak sama sekali mencerminkan etika dan perilaku sebagai seorang wartawan atau jurnalis. Lalu apakah oknum tersebut harus ditindak secara hukum dahulu agar beralih status dan membuat istilah negatif yang kerap disematkan kepada profesi wartawan hilang ?

Baca Juga  JMSI Kecam Aksi Teror Kepala Babi di Kantor Tempo

Tentu saja tidak, bukan itu tujuan akhir daripada tulisan ini. Lebih dari itu, saya ingin sedikit meluruskan perbedaan antara orang yang memang berprofesi sebagai jurnalis atau wartawan, dengan oknum yang kerap mendapatkan sebutan wartawan gadungan, palsu, abal-abal, untul-untul dan sejenisnya.

Wartawan sesungguhnya adalah orang yang bekerja menjalani profesi tersebut secara profesional dan bertanggung jawab. Umumnya, dalam menjalankan tugasnya, mereka berpedoman serta diikat dengan aturan yang terdapat pada undang-undang pers ataupun kode etik jurnalistik.

Sementara itu, oknum yang kerap mendapat sebutan wartawan namun ditambah embel-embel gadungan, abal-abal ataupun untul-untul tadi adalah orang yang biasanya dalam menjalankan aksinya, diluar tugas dan fungsi sebagai wartawan itu sendiri.

Jangan tanya soal apakah dalam menjalankan kegiatannya, mereka telah berpedoman pada aturan yang ada, yakni undang-undang pers (UU Pers) dan kode etik profesi jurnalis. Mungkin, menulis saja yang memang merupakan kegiatan utama seorang jurnalis mereka bingung dan gelagapan. Atau justru tidak pernah melakukan kegiatan tulis-menulis.

Kemudian, seorang wartawan yang profesional dalam melakukan pemberitaan harus berimbang dan independen serta mengutamakan kepentingan publik. Sedangkan oknum yang mengaku sebagai wartawan atau yang mendapat julukan wartawan gadungan bin abal-abal plus untul-untul hanya berorientasi pada kepentingan pribadi dan tidak sama sekali mewakili kepentingan publik.

Baca Juga  Edi Purwanto Ajak Pers Terus Kawal Demokrasi dan Jaga Integritas Jurnalis

Tidak hanya itu, seorang wartawan profesional sangat memahami batasan-batasan yang harus dijaga dalam menjalankan tugasnya. Seperti menghormati hak-hak narasumber dalam hal kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Memberi hak jawab dan koreksi secara proporsional terhadap pemberitaan yang salah ataupun keliru. Serta tidak segan untuk meminta maaf atas kekhilafan yang dilakukan.

Terlepas daripada itu, sebagai makhluk ciptaan tuhan tidak ada salahnya kita belajar menjadi hamba yang penuh kasih dan sayang. Maafkan dia, walaupun akibat ulah oknum tersebut telah membuat image wartawan atau jurnalis menjadi negatif. Sembari tetap memberikan bimbingan agar kedepan menjadi lebih baik lagi. Syukur-syukur oknum tersebut memang menjadi seorang wartawan atau jurnalis professional.

Berdasarkan ulasan ringan diatas yang menjadi poin penting adalah, bahwa penyalahgunaan profesi yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab bukan hanya terjadi pada profesi tertentu saja. Faktanya peristiwa seperti ini menimpa berbagai profesi dan seringkali terjadi. Jadi mulai saat ini, tidak ada lagi istilah wartawan abal-abal, wartawan gadungan, wartawan untul-untul atau yang lainnya. Panggil kami dengan sebutan wartawan atau jurnalis. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Industri Hulu Migas Harus Bermanfaat untuk Rakyat

Opini

Langkah Tepat Gubernur Jambi Larang Angkutan Batu Bara Lintasi Jalan Umum

Opini

Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jambi Meningkat, Jalur Menuju Pertumbuhan Ekonomi Cepat dan Berkelanjutan

Opini

PEJABAT UIN STS JAMBI: Jadilah Pohon Rindang di Tengah Padang

Opini

Lahapnya Pindang Baung Selahapnya Informasi Hazrin Nurdin Soal Pilkada Tanjabtim, Kota Jambi dan Pilgub 2024

Opini

Provinsi Jambi dan Bio Carbon Fund

Opini

Urgensitas Populeritas Jalan Padang Lamo: Lupa Sebelum Terkenal, Diingat Setelah Jalinsum Lumpuh?

Opini

Isi Tas, Isi Otak, Meraung dan Beriba Iba serta Maulana – Diza Deklarasi Segera…