Home / Opini

Kamis, 26 Juni 2025 - 19:39 WIB

KUHP Baru dan Paradoks Lapas

Oleh: Ir. H. Abdullah Rasyid, M.E.
Staf Khusus Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI

Senin lalu (23/6), Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Agus Andrianto menyebut bahwa over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan kini sudah mendekati angka 100 persen. Yaitu kondisi Lapas yang hanya mampu menampung 140 ribu orang, terpaksa harus dihuni oleh 170 ribu orang. Tentu kita tak perlu menceritakan lagi apa dampak yang terjadi di tempat yang “kelebihan muatan” itu. alih-alih sebagai sarana pembinaan bagi penghuninya, yang terjadi justru frustasi karena menjalani hidup yang tak nyaman dan layak.

Memang pemerintah masih terus mengupakan penambahan gedung Lapas. Seperti yang Menteri Agus sebutkan bahwa Kemen IMIPAS kini tengah menyiapkan 13 Lapas baru. Tapi benarkah itu menjadi solusi jangka panjang? Jika mencermati sistem peradilan saat ini, tampaknya tak ada jaminan masalah ini tak akan terulang kembali.

Baca Juga  Kebijakan Selektif dalam Gelombang Imigrasi

Saat ini hampir 60 persen penghuni Lapas adalah mereka yang terkait pidana narkotika. Mulai dari sekadar pencandu untuk dirinya sendiri sampai penjahat kelas kakap. Tapi haruskah mereka semua diperlakukan sama, yaitu: masuk penjara. Sementara penjara sudah tak lagi mampu menampung mereka. Dan benarkah “penjara” menjadi jalan keluar, karena nyatanya mata rantai kejahatan narkotika tak juga terputus hingga kini. Bahkan yang ironis, masih terjadi kejahatan narkotika yang justru dikendalikan dari dalam Lapas.

Maka menyuarakan kembali semangat restorative justice dalam sistem pemidanaan kita menjadi begitu penting dan relevan. Kita patut bersyukur, KUHP baru kita bukanlah sekadar revisi pasal demi pasal. Ia membawa semangat baru, napas keadilan yang lebih segar. Di dalamnya, kita bisa merasakan nuansa keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Ini berarti, undang-undang kita kini memberikan lampu hijau bagi pendekatan yang lebih fleksibel, yang memungkinkan kita melihat di luar definisi sempit tentang “kejahatan” dan “hukuman.”

Baca Juga  Kebijakan Selektif dalam Gelombang Imigrasi

Beberapa pasal dalam KUHP baru secara jelas membuka ruang bagi penyelesaian di luar jalur pengadilan. Ini adalah angin segar bagi kita yang ingin melihat penumpukan lapas berkurang dan lebih banyak orang mendapatkan kesempaatan kedua. KUHP baru menunjukkan bahwa negara mulai memahami, tidak semua kesalahan harus diselesaikan dengan penjara. Ada jalan lain yang lebih memberdayakan, yang lebih mendekatkan pada kata “pulih.”

Baca Juga  Kebijakan Selektif dalam Gelombang Imigrasi

Tentu saja, ini bukan jalan yang mudah. Kita perlu mengubah pola pikir, mulai dari aparat penegak hukum, masyarakat, hingga narapidana itu sendiri. Sosialisasi gencar, pelatihan berkesinambungan, dan kebijakan yang kuat adalah prasyarat mutlak. Kita semua, mulai dari Kementerian Hukum, Imipas, Kepolisian, Kejaksaan, BNN, hingga organisasi masyarakat sipil, harus bergandengan tangan.

Ini adalah panggilan untuk kita semua. Mari kita manfaatkan momentum KUHP baru untuk membawa perubahan nyata. kita buktikan bahwa keadilan bukan hanya tentang memenjarakan, tetapi juga tentang membebaskan, memulihkan, dan membangun kembali. Ini adalah kisah tentang harapan, bahwa kita bisa membuka gerbang menuju masa depan yang lebih adil dan manusiawi. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Transformasi Bank Jambi Melalui Penguatan Modal Inti Minimum

Opini

Kampanye Digital dalam Pemilu 2024

Opini

Diplomasi Berbudi, Agar Tak Ada yang Tersakiti

Opini

Membangun Visi Indonesia Emas 2024, Peran Mahfud MD Cawapres Ganjar Pranowo

Opini

Meratapi ‘Detik Akhir’ Kemerdekaan Pers di Indonesia

Opini

PEJABAT UIN STS JAMBI: Jadilah Pohon Rindang di Tengah Padang

Opini

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA: Kunci Sukses Lawan Narkoba

Opini

Pemprov Jambi dan Dinamika Persoalan Batubara 2010 – 2024