Home / Berita Utama

Minggu, 14 September 2025 - 15:37 WIB

Jambi Harus Melawan, Investasi Jangan Pertaruhkan Hak Hidup Warga

Jalan yang dibangun PT SAS berbatasan langsung dengan Perumahan Aurduri yang dihuni belasan ribu jiwa | ist

Jalan yang dibangun PT SAS berbatasan langsung dengan Perumahan Aurduri yang dihuni belasan ribu jiwa | ist

JAMBIBRO.COM — Penolakan terhadap rencana pembangunan stockpile batubara milik PT Sinar Anugrah Sukses (SAS) di Kelurahan Aur Kenali, Kota Jambi, dan Desa Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi, terus menguat.

Di tengah kepungan kepentingan investasi, ribuan warga bersama organisasi masyarakat sipil menyuarakan satu hal, hak hidup tidak boleh ditukar dengan keuntungan korporasi.

Proyek yang berlokasi di tengah pemukiman padat penduduk itu dinilai tidak sesuai dengan tata ruang dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan serius.

Debu batu bara, kebisingan, pencemaran udara, serta ancaman terhadap kualitas hidup warga menjadi alasan utama penolakan.

“Investasi seharusnya membawa kesejahteraan, bukan keresahan. Kalau sampai merugikan masyarakat, itu bukan pembangunan, tapi perampasan hak hidup,” tegas seorang tokoh masyarakat Aur Kenali, Minggu, 14 September 2025.

Pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Dr. Noviardi Ferzi, turut menyuarakan kritik tajam. Ia menekankan, pemerintah tidak boleh tunduk pada tekanan pemodal. Hak dasar masyarakat harus menjadi fondasi utama dalam setiap keputusan pembangunan.

“Konstitusi kita jelas. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Jika investasi menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan, maka negara wajib berdiri di pihak rakyat,” ujarnya.

Baca Juga  Usman Ermulan Desak Pemerintah Cepat Atasi Kemacetan di Jembatan Batanghari 1

Noviardi juga mengingatkan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberi landasan hukum kuat untuk menolak investasi yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

“Pembangunan harus berkelanjutan. Tidak bisa rakyat dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak,” tandasnya.

Warga berharap pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak adil. Mereka menolak ditekan oleh kepentingan modal dan menuntut perlindungan atas hak dasar mereka. Jika suara rakyat diabaikan, taruhannya bukan hanya kesejahteraan, tapi juga marwah negara.

“Jambi harus berdiri tegak. Investasi boleh datang, tapi jangan sampai mengorbankan rakyat,” ujar Noviardi.

Hitungan Ekonomi, Kerugian Jauh Lebih Besar dari Keuntungan

Dalam analisisnya, Noviardi menunjukkan proyek ini tidak sejalan dengan prinsip tata ruang, keselamatan warga, dan keberlanjutan lingkungan. Meski perusahaan memproyeksikan kontribusi ekonomi, masyarakat justru berisiko menanggung kerugian yang nilainya berkali lipat lebih besar.

Pada kapasitas rendah, 1 juta ton batu bara per tahun, perusahaan batu bara diperkirakan menyumbang Rp80 miliar per tahun melalui gaji, pajak, dan DBH. Dalam 10 tahun, total keuntungan mencapai Rp800 miliar. Namun, kerugian akibat polusi, kebisingan, kerusakan jalan, dan biaya kesehatan diperkirakan mencapai Rp3,4 triliun.

Baca Juga  Kaum Milenial dan Gen Z Dukung AsTon Pimpin Tebo

“Artinya, kerugian bersih mencapai Rp2,6 triliun, atau 4,25 kali lipat lebih besar dari keuntungan,” jelas Noviardi.

Pada kapasitas menengah, 3 juta ton per tahun, keuntungan naik menjadi Rp1,84 triliun dalam 10 tahun, tapi kerugian tetap Rp3,4 triliun. Bahkan, pada kapasitas maksimal 5 juta ton, keuntungan Rp2,84 triliun tetap kalah dibanding kerugian kumulatif masyarakat sebesar Rp3,4 triliun.

Dampak Kesehatan dan Sosial, Ancaman Nyata di Depan Mata

Warga yang tinggal dalam radius 5 km dari lokasi berpotensi terpapar debu batu bara setiap hari. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, biaya pengobatan ISPA mencapai Rp1,5 juta per kasus. Jika 20 persen warga terdampak, maka terdapat 10 ribu kasus per tahun dengan total biaya Rp15 miliar.

Dalam 10 tahun, kerugian kesehatan bisa mencapai Rp150 miliar, belum termasuk penyakit kronis, seperti bronkitis, asma, dan kanker paru.

Pencemaran air sungai juga mengancam mata pencaharian warga. Jika 2.000 rumah tangga kehilangan pendapatan Rp500 ribu per bulan, kerugian mencapai Rp12 miliar per tahun, atau Rp120 miliar dalam sepuluh tahun.

Baca Juga  Maulana dan Diza Cek Suasana Pos Pelayanan dan Pengamanan Idul Fitri

Noviardi memaparkan, penurunan nilai properti di sekitar lokasi proyek menjadi kerugian signifikan. Studi menunjukkan, properti di dekat sumber polusi industri mengalami penurunan nilai 20–30 persen. Jika terdapat 1.000 rumah dengan nilai rata-rata Rp500 juta, kerugian bisa mencapai Rp100 miliar per tahun, atau Rp1 triliun dalam 10 tahun.

Jika seluruh komponen kerugian, mulai dari kesehatan Rp150 miliar, infrastruktur Rp800 miliar, ekologi Rp120 miliar, dan properti Rp1 triliun dijumlahkan, total kerugian nyata mencapai Rp2,07 triliun. Angka ini mendekati estimasi kumulatif Rp3,4 triliun, jika memasukkan dampak sosial dan ekologis jangka panjang.

“Proyek ini bukan berkah, tapi beban. Investasi yang digadang-gadang membawa keuntungan justru menjerumuskan warga pada kerugian jangka panjang,” tegas Noviardi.

Noviardi berharap pemerintah daerah bersikap tegas, menolak investasi yang tidak sejalan dengan tata ruang, melanggar prinsip keberlanjutan, dan merugikan rakyat yang seharusnya menjadi pemilik sah ruang hidup Kota Jambi. | DIA

 

Share :

Baca Juga

Berita Utama

Akhmad Munir Terpilih Jadi Ketua Umum PWI, Dewan Kehormatan Dipimpin Atal S Depari

Berita Utama

Wali Kota dan Wawako Shalat Ied Bersama Masyarakat di Masjid Al-Amanah

Berita Utama

Hafiz Tampung Curhatan Nakes RSUD Raden Mattaher

Berita Utama

Setelah Nasdem, PDI Perjuangan Juga Bakal Usung Dilla Hich

Berita Utama

Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi Unjuk Rasa Tolak RUU Penyiaran

Berita Utama

Maulana – Diza Resmi Pimpin Kota Jambi

Berita Utama

Polda Jambi Berhasil Ungkap Kasus Tewasnya Santri Ponpes Raudhatul Mujawwidin Tebo

Berita Utama

Lawan Hoax, JMSI Jambi Komitmen Ciptakan Situasi Kondusif Jelang Pilkada 2024