Home / Opini

Senin, 1 September 2025 - 11:08 WIB

Saat Suara Tak Didengar, Amarah Bicara

Doddi Irawan

Doddi Irawan

Oleh: Doddi Irawan | Jurnalis tinggal di Jambi

DEMO anarkis sering kali jadi perdebatan. Banyak yang bilang aksi seperti ini merugikan dan mencederai perjuangan. Tapi, di sisi lain, anarkisme sering kali muncul karena rakyat sudah kehabisan akal.

Saat dialog tuntutan tidak menemukan solusi, tuntutan tidak didengar, dan harapan cuma menjadi janji hampa, wajar kalau frustrasi memuncak.

Anarkisme bukanlah tujuan. Tindakan ini wujud ekspresi kemarahan yang meluap. Mereka yang melakukan merasa cara-cara damai sudah tidak relevan.

Kekerasan yang terjadi bisa jadi bentuk ‘balas dendam’ atas ketidakadilan yang terus menerus mereka rasakan.

Tentu, merusak fasilitas umum dan melukai orang lain, tidak dibenarkan. Tapi, perlu dilihat mengapa itu bisa terjadi. Apakah karena aspirasi diabaikan? Atau karena kekuasaan terlalu arogan dan tak mau mendengarkan?

Memang, demo yang damai dan tertib lebih dihargai. Tapi, sejarah juga membuktikan, perubahan besar sering kali lahir dari perlawanan yang tidak biasa dan penuh risiko.

Ketika pemerintah tidak bergerak sedikitpun, maka kericuhan kecil bisa menjadi sinyak yang lebih keras.

Jangan menyalahkan mereka sebagai perusuh. Perlu lebih dalam lagi melihat akar masalahnya. Anarkisme adalah gejala, penyakitnya adalah ketidakadilan, korupsi, dan ketidakmampuan penguasa berdialog.

Alih-alih hanya mengutuk, mari fokus pada tuntutan sebenarnya. Apa yang mereka inginkan? Mengapa mereka sampai sebegitu marahnya?

Dalam situasi demonstrasi, penyusupan pihak luar, seperti geng motor, bisa terjadi dan sering kali menjadi isu pelik. Ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah mereka bagian dari massa aksi yang sebenarnya, atau ada motif lain di balik keberadaan mereka?

Penyusupan ini bisa menjadi cara efektif untuk mengalihkan isu. Tuntutan rasional dan substantif yang disuarakan demonstran bisa langsung tenggelam oleh sorotan media. Masyarakat pun akhirnya lebih fokus pada aksi anarkis daripada substansi protes.

Baca Juga  Ratusan Sopir Angkutan Batu Bara Demo Al Haris Minta Dibuka Lagi Jalan Nasional

Namun, di sisi lain, perlu juga dicermati, kemungkinan geng motor tidak selalu menjadi “penyusup” dalam arti kata sebenarnya.

Bisa jadi mereka bagian dari masyarakat yang ikut merasakan ketidakpuasan dan turun ke jalan. Tapi, karena mereka terbiasa dengan budaya kekerasan, partisipasi mereka bisa dengan mudah berubah menjadi anarki.

Kehadiran kelompok di luar agenda utama demonstrasi sering kali menimbulkan kerugian bagi gerakan itu sendiri. Tuntutan rakyat yang seharusnya menjadi fokus utama malah terpinggirkan.

Citra demonstrasi yang seharusnya damai dan tertib jadi buruk. Ini bisa menjadi alat bagi pihak yang berkuasa untuk melemahkan pergerakan rakyat.

Untuk itu, penting bagi setiap gerakan demonstrasi memiliki koordinasi kuat dan pengamanan internal yang jelas. Ini untuk memastikan aksi tetap berada di jalur yang benar, dan tidak disusupi pihak-pihak yang berpotensi merusak tujuan mulia dari perjuangan.

Ketika demonstrasi berubah menjadi anarkis, peran aparat keamanan menjadi sangat kompleks. Mereka berada di persimpangan, antara menegakkan hukum dan melindungi hak rakyat.

Tugas utama mereka menjaga ketertiban umum dan memastikan keselamatan semua pihak, demonstran maupun masyarakat. Namun, cara mereka menjalankan tugas ini sering kali menjadi sumber konflik.

Aparat memiliki tanggung jawab ganda dalam situasi ini. Pertama, menjamin keamanan dan ketertiban. Ini tugas paling dasar. Aparat harus mencegah perusakan fasilitas umum dan pribadi, serta melindungi orang-orang dari ancaman fisik.

Kedua, melindungi hak menyampaikan pendapat. Undang-Undang menjamin kebebasan warga negara berpendapat di muka umum.

Aparat seharusnya memfasilitasi aksi damai, bukan menghalangi. Mereka bertanggung jawab memastikan demonstrasi berjalan lancar, tanpa ada intervensi dari pihak lain.

Ketiga, penegakan hukum yang proporsional. Ketika anarkisme terjadi, aparat berwenang mengambil tindakan tegas, namun harus proporsional dan sesuai prosedur.

Baca Juga  Bupati Dillah Temui Massa BERANTAM

Penggunaan kekuatan, seperti gas air mata, atau alat pengendali massa lainnya, harus menjadi pilihan terakhir setelah pendekatan persuasif gagal.

Di lapangan, aparat sering dihadapkan situasi sulit. Mereka harus membedakan antara demonstran murni dan oknum yang sengaja membuat kerusuhan.

Kehadiran provokator, atau penyusup, dapat memperkeruh suasana dan memicu tindakan represif dari aparat.

Dilema muncul ketika tindakan represif dianggap satu-satunya cara mengendalikan situasi, meski bisa melukai demonstran yang tidak bersalah.

Sebaliknya, jika aparat terlalu pasif, anarkisme bisa meluas dan merugikan banyak pihak.

Idealnya, hubungan antara aparat dan rakyat harus didasari kepercayaan. Ketika rakyat merasa aspirasi mereka didengar dan dilindungi, tidak perlu melakukan tindakan anarkis.

Sebaliknya, ketika aparat menjalankan tugasnya secara profesional, adil, dan humanis, mereka dapat membangun kembali kepercayaan publik.

Untuk mengatasi anarkisme, pendekatan tidak bisa hanya bersifat keamanan. Pemerintah dan aparat perlu membuka ruang dialog yang efektif, mendengarkan tuntutan rakyat, dan menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan masalah.

Dengan begitu, aksi anarkis bisa dicegah sebelum terjadi, dan peran aparat kembali ke fitrahnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan musuh rakyat.

Aksi anarkis dalam sebuah demonstrasi adalah fenomena yang kompleks dan sering kali memicu perdebatan. Tidak ada yang bisa sepenuhnya disalahkan atau dibenarkan. Tindakan ini membawa keuntungan, sekaligus kerugian bagi pergerakan itu sendiri.

Meski kontroversial, anarkisme sering dianggap sebagai pilihan terakhir untuk mencapai tujuan. Beberapa keuntungan dari aksi anarkis adalah menarik perhatian publik dan media.

Aksi yang keras atau merusak selalu jadi berita utama. Hal ini bisa membuat isu yang sebelumnya diabaikan menjadi perhatian nasional.

Bagi sebagian kelompok, ini jadi cara satu-satunya untuk membuat suaranya didengar.

Baca Juga  Bupati Dillah Temui Massa BERANTAM

Aksi anarkis bisa memberi tekanan besar pada pemerintah. Karena tidak direspons, ini jadi peringatan keras bagi penguasa.

Kerugian ekonomi dan sosial yang timbul memaksa penguasa duduk di meja perundingan dan menanggapi tuntutan demonstran dengan lebih serius.

Aksi anarkis juga bisa jadi simbol perlawanan rakyat. Bagi sebagian orang, anarkisme adalah bentuk frustrasi yang mencapai puncaknya.

Tindakan ini menunjukkan perlawanan rakyat yang merasa tidak punya jalan lain untuk melawan ketidakadilan. Ini menunjukkan habisnya kesabaran mereka.

Namun, dampak negatif dari anarkisme jauh lebih besar dan merugikan banyak pihak.
Anarkisme bisa mengaburkan isu utama. Perhatian media dan masyarakat bisa bergeser dari tuntutan rasional ke tindakan kekerasan.

Alih-alih melihat masalah ketidakadilan, publik jadi sibuk mendiskusikan siapa yang merusak, siapa yang memprovokasi, dan siapa yang harus dituntut.

Kerugian lainnya, merusak citra gerakan. Masyarakat yang semula simpati, bisa berbalik anti. Demonstran yang damai ikut dicap perusuh. Ini bisa melemahkan legitimasi moral perjuangan.

Aksi anarkis pasti menimbulkan kerugian finansial dan sosial. Kerusakan fasilitas umum, harta pribadi, dan gangguan aktivitas ekonomi menimbulkan kerugian besar.

Selain itu, aksi ini bisa merusak kohesi sosial dan menyebabkan ketakutan di masyarakat, membuat mereka takut mendukung demonstrasi di masa depan.

Aksi anarkis juga bisa memicu tindakan keras aparat. Anarkisme memberi alasan kuat bagi keamanan untuk bertindak represif. Kekerasan akan dibalas kekerasan.

Akhirnya, banyak demonstran yang tidak bersalah jadi korban. Ini bisa digunakan pihak berwenang untuk memolitisasi isu dan menindak gerakan secara brutal.

Pada akhirnya, meskipun aksi anarkis bisa menarik perhatian, kerugian yang ditimbulkan jauh lebih besar. Tindakan ini tidak hanya merusak fasilitas, tapi juga merusak tujuan dari perjuangan. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Transformasi Bank Jambi Melalui Penguatan Modal Inti Minimum

Opini

Waspadai Konsekuensi Kesepakatan Indonesia – China tentang Wilayah Maritim

Opini

Parpol dan Pendidikan Politik

Opini

Penyebab Banjir di Kerinci dan Sungai Penuh, dari Fenomena El Nino, Sedimentasi hingga Semrawutnya Pengelolaan Sampah

Opini

Wartawan Dadakan Ancaman Serius Dunia Jurnalistik

Opini

Jambi dalam Sorotan Nasional dan Internasional 

Opini

Verifikasi Bukan Legitimasi Monopoli Ruang Publik

Opini

Antara Masduki dan Dumisake